Kamis, 18 Oktober 2012

Menangislah di Bahuku (tulisan lama)


Pagi hari tepat pukul 08.00 wita setelah segala tugas harian rumah (mirip; piket harian), mulai dari nyapu, ngepel, nyuci. Dtmbah juga aktivitas tambahan motong2 kunyit dan jahe, buat obat herbal. Karna drumahku gak hanya sy seorang, maka terkadang rutinitas ini di distribusikan (dibagi-bagi) dengan beberapa penghuni rumah (3 orang adik, dan seorang ibu) sehingga semuanya terasa mudah. Namun begitu, cukup untuk membuat rasa letih tak segan mampir di tubuh.

Tak ada pilihan lain, sebelum mandi pagi –krna memg sblumnya tak mandi pagi jika rasa malas mengerayangi- baring2 untuk rehat sejenak adalah pilihan yang sangat tepat. Meminjam kata dosen sy –setiap beliau melakukan aktvas yg melelahkan- “mari luruskan badan” yg maksudnya sbnrnya identik dengan “mari istrahat dg berbaring”.

Hp merek cross tipe CB80  berwarna merah maron yang secara tak sengaja terjatuh dari kantong celana sebelum berbaring, seakan memberi kode bahwa lebih nyamannya lagi bila sambil dengerin mp3 dari fasilitas music player. Tak perlu pikir panjang, jemari seakan paham betul apa keinginan hati....
Menu - pemutar suara daftar  - “menangislah dibahuku” firdaus – play.
Tak salah, pilihan lagu yang tepat. Alunan melodi musik yg menyegarkan.
kau datang pada ku seperti biasa
ku sambut bahagia dgn tgn terbuka
kau balas dgn senyum seadanya
ku tahu ada sesuatu yg berbeza

oh..oh…oh..oh…
kau hanya diam seribu bahasa
hanya matamu yang cuba berbicara
bahawa saat ini hatimu terluka
kau tahu ku ada di sini untukmu

cuba tak berkedip menahan tegar di hujung mata
hingga kau pun tak kuasa
derailah airmata
dalam pelukku kau curahkan semua

menangislah…kadang manusia terlalu sombong untuk menangis
lalu untuk apa airmata telah dicipta
bukan hanya bahagia ada di dunia

menangislah di bahuku
kau berikan kukepercayaan
bahawa laramu adalah haru biru ku
kerna ku adalah sahabatmu

menangislah..menangislah…

Teringat  percakapan singkat yang pernah terjadi dengan seorang sahabat, “untuk apa menangis, hanya membuat kita terlihat lemah. Jadi orang harus tegar”.
Sekilas hal ini ada benarnya sebab dengan menangis kita terlihat menjadi sosok yang sangat lemah.... memang benar secara simbolik menangis adalah titik akhir dari sebuah ketidak berdayaan seorang hamba akan sesuatu...

Tubuh memang telah mendapatkan haknya untuk rehat sejenak, namun pikiran terus menerawang coba menembus batas langit ketujuh (hehehe lebay) untuk coba mencari tahu apa sbnrnya yg menjadi dasar penyebab seseorang sampai  tak mampu membendung derasnya air mata keluar dari kelopak mata (singkatnya; menagngis)…
Teringat suatu tulisan sederhana dari Blog seseorang yg tanpa sengaja pernah sy buka.  Ada beberapa alasan manusia untuk menangis: Pertama,Menangis karena kasih sayang dan kelembutan hati. Kedua, Menangis karena rasa takut. Ketiga, Menangis karena cinta. Keempat, Menangis karena gembira. Kelima, Menangis karena menghadapi penderitaan. Keenam, Menangis karena terlalu sedih. Ketujuh, Menangis karena terasa hina dan lemah. Kedelapan, Menangis karena mengikut-ikut orang menangis. Kesembilan,  Menangis untuk mendapat belas kasihan orang. Kesepuluh, Menangis orang munafik == pura-pura menangis.
Ya, sampai saat inipun sy masih sangat sepakat dg 10 alasan ini. 10 alasan yg mencakup keseluruhan alasan orang melakukan aktivitas “aneh” ini. Angka yang pas, dan pas juga untuk segera bangkit dari “baring-baring” sebab jam telah menunjukkan pukul 10.00 wita.
***
Usai mandipun kata “menangis” cukup membuat sy penasaran sedemikian rupa. Kalaw memng menangis dianggap wajar, sebanarnya apa sih arti menangis? apakah menngais punya manfaat? Heemmm…
Coba mereview perpustakaan di “alam ide”, berharap mungkin saja menemukan arsip-arsip yg masih tersave rapi dalam lembaran memory otak…
Benar, ternyata masih ada sdikit yg bisa kutemukan… kenapa aktivitas menangis juga jadi hal yang sangat dianjurkan oleh sebhagian orang, bahkan jadi salah satu bahan penelitian di Amerika?
Ternyata dengan menangis, selain sarana untuk meluapkan emosi, menangis memiliki manfaat lain;

Menangis dapat membersihkan mata sebab fungsi utama air mata adalah membuat indera penglihatan kita menjadi lebih jelas. Tidak hanya membasahai bola mata dan kelopak mata, tetapi juga mencegah dehidrasi membran yang ada disekitar mata. Saat mengeluarkan air mata, mata kita sebenarnya sedang dalam proses pembersihan. Hal itu membuat kotoran yang menempel pada mata ikut keluar melalui air mata dan mata pun menjadi bersih. Keren kan?

Dengan menangis dapat pula membunuh bakteri dimata, sebab air mata mengandung lysozyme, yaitu cairan yang bisa membunuh 90 - 95 persen bakteri dalam waktu 5 hingga 10 menit. Jadi, saat kita mengeluarkan air mata, secara otomatis bisa membunuh bakteri berbahaya yang bisa memicu iritasi pada mata. Hebat kan?

Dengan menangis pula, dapat menstabilkan mood. Hal ini dikarenakan tingginya kadar mangan dalam tubuh bisa memicu mood yang tidak satabil, kekhawatiran berlebihan, dan perasaan yang sensitif. Nah, dengan menangis kadar mangan dalam tubuh kita  bisa diturunkan dan membuatnya dalam keadaan normal. Selain itu, air mata yang keluar saat kita dalam keadaan emosi, mengandung 24% protein albumin yang berfungsi membawa molekul racun keluar dari tubuh. Jadi, klw lagi gak mood silahkan nangis aja (hehehe)..

Manfaat yang lebih keren dari menangis bisa membuat tingkat stres yang kita alami menurun. Hal itu karena saat menangis, zat kimia yang dikeluarkan tubuh kita yaitu endorphin leucine-enkaphalin dan prolactin akan berkurang. Berlaku sebaliknya, jika kita menahan tangis maka tingkat stres yang dialami akan naik dan bisa berdampak pada kesehatan seperti masalah jantung, dan tekanan darah tinggi.
****




Baca lagi aaah..

Indonesiaku “Rangking Satu”




Cita; Negeriku Hebat?
Dalam sebuah Sanggar Baca Masyarakat di kelurahan Tondo. “ka’ apa itu koruptor?” celetuk salah seorang anak mengomentari slogan/sablonan di bajuku yang bertuliskan LAWAN KORUPTOR.
“koruptor itu…. Orang yang korupsi de’..mencuri uang negara”. jawabku singkat.
“ka’ koruptor mau dilawan pake apa?, pake ketapel bisa?” tambahnya tajam.
“pake Jin mungkin bisa de’…” jawabku tertawa lepas. Dan anak itu pun tertawa geli.

Dialog singkat yang terjadi mengingatkan kita dengan iklan sebuah produk rokok yang menghilangkan dokumen-dokumen kasus korupsi di Indonesia dalam sekejap. Sontak membuat kaget lawannya yang hanya bisa menghilangkan gunung Fujiyama Jepang dan Piramida Mesir. Ajaib.
Memang tepat bila fenomena korupsi telah menjadi masalah internasional yang sulit untuk diberantas di berbagai negara dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan negara indonesia telah menerima award sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Untuk kawasan Asia, negara Indonesia termasuk kelas atas negara korup. Tentunya fenomena ini melahirkan begitu banyak pertanyaan di benak kita. Betapa tidak, lemahnya hukum telah memberi iklim kondusif bagi “membudayanya” korupsi dalam kehidupan umat manusia, sehingga orang yang tidak melakukan korupsi dianggap sebagai “orang yang menyimpang” dari kelaziman banyak manusia. Fenomena korupsi sangat menzalimi umat manusia, sebab ia memakan korban yang tak terhitung banyaknya.
Dilain kesempatan terjadi dialog seorang mahasiswa yang bertanya pada Dosennya.
“pak, Indonesia dan beberapa negara mayoritas Islam kok justru jadi negara paling korup di dunia?” tanyanya.
“apa karena hukumnya lemah? Atau karena kesadaran ber-islamnya yang lemah?”. Sambungnya.
Sekilas pertanyaan ini menyudutkan. Namun mari kita cermati secara bijak dan hati jernih. Bisa jadi ada benarnya. Mungkin saja salah satu titik lemahnya adalah pada lemahnya iman. Telah jauhnya nilai-nilai moral dan ke-islaman dalam diri para koruptor yang notabene seorang muslim. Meskipun memang tak dapat digeneralisir kesemuanya. Sebab, sekali lagi, dikembalikan pada individu masing-masing.
Jika saja sosok pemimpin dan penguasa kita paham akan dirinya, tidak bertindak semauanya, menjadikan korupsi jalan hidupnya. Maka negeri ini akan lebih tenteram. Tentu saja kita merindukan sosok pemimpin yang memiliki “karakter”. Diskursus mengenai sosok pemimpin bangsa yang berkarakter kerap  mewarnai setiap perbincangan  di beberapa station TV, tentu saja Goalnya adalah bangsa ini pula akan menjadi berkarakter.
Lantas, benarkah negeri kita pernah hebat? Jika membuka lembaran sejarah, banyak ditemui sosok-sosok reformis, sosok-sosok agamais, sosok-sosok pemimpin yang benar memiliki karakter. Berbeda dengan sekrang, akan lebih banyak kita temui sosok-sosk pemimpin penebar janji manis,  janji yang tak pernah realistis, sosok pemimpin yang doyan buat rakyatnya menangis. Keadilan Pemimpin tampak dari kesabarannya saat dia punya kekuasaan, punya jabatan, dan punya kekuatan (Erie Sudewo; Character Building, 2011).
Selain Ali Sadikin yang namanya terus bersinar karena karakter pemimpin yang dimilikinya. Kita ingat, dahulu di Ibu Kota Negara juga ada sosok pempimpin yang pernah di sanjung oleh KH.Abdul Rahman Wahid saat menjadi Presiden RI. “hanya ada dua polisi yang tidak bisa disogok. Polisi Tidur dan Hoegeng”. Ya, Hoegeng Imam Santoso, model pemimpin yang berkarakter.
Beliu pernah diberi tugas ke Kepala Bareskrim Sumut (sumatera Utara), saat itu sumut sangat dikenal dengan mafianya. Sogokan Rumah pribadi lengkap dengan mobil dan perabotan isi rumah ditolaknya mentah-mentah. Bahkan saat mendapatkan rumah dinas, seluruh perabotan isi rumah dinas yang berasal dari sogokan para mafia, disingkirkannya ditaruh ditepi jalanan depan rumah dinasnya. Peristiwa ini, membuat gempar kota medan. Betapa tidak, ini kali pertama ada seorang pejabat polisi tak mempan sogokan.
Saat kembali ke Jakarta, Hoegeng diangkat menjadi Menteri Iuran Negara dalam Kabinet Seratus Menteri. Menariknya, Hoegeng kembali menolak tegas saat ditawari mobil dinas. “Saya masih punya mobil dinas, dan cukup satu saja. Tugas saya sekarang mencari uang untuk negara, bukan menghabiskan uang negara”, katanya.
Na’as, ditengah kecenderungan untuk mencetak bibit-bibit pemimpin berkarakter, nampaknya tergerus oleh ralitas kekinian negeri kita. Sebut saja yang tak kalah menariknya, kekisruhan dua kubuh pentolan pembasmi koruptor. Ya, Cicak Versus Buaya jilid II. KPK bersitegang dengan POLRI, siapa salah dan siapa yang benar? Banyak pendapat. Yang pasti, koruptor terbahak.

Korupsi dalam optik Islam
Sebagai agama yang universal, ajaran Rahmatan Lil’alamin, agama yang bertumpu pada Al-Qur’an dan Sunnah. Sudah barang tentu, secara tegas tidak membenarkan praktek korupsi dilakukan oleh setiap ummatnya. Meski dalam khazanah hukum islam tak ditemukan istilah korupsi. Namun demikian, secara kasuistik dalam islam korupsi lebih tepat dipadankan dengan –menurut madzhab syafi’iyyah- tindakan penghinatan terhadap harta atau dalam istilah fiqih disebut dengan Ghulul, selain itu pula korupsi juga dikategorikan dalam penipuan yang dalam istilah fiqihnya disebut Al-Ghasysy. Sehingga dalam islam, penghukuman seorang pelaku tindak korupsi atau Ghulul atau Al-Ghasysy maka secara substansinya dikembalikan pada dalil-dalilnya masing-masing. Dalam referensi lain, akan ditemukan istilah Risywah yang berarti memberi suap atau sogok.
Berkaitan dengan Al-Ghasysy, Rasulullah SAW bersabda: “barang siapa yang menipu maka dia bukanlah dari golongan umatku.” (HR.Muslim).
Rusaknya Akhlaq adalah akumulasi dari sikap ketamakan, konsumerisme, budaya hedonisme, dan krisis moral. Kecintaan yang berlebihan terhadap kesenangan dan kemewahan dunia membuat akhlaq kian tergerus. Menipis, bahkan bisa jadi habis.
Bukan rahasia lagi, disetiap Departemen dan Kementerian di Indonesia hampir-hampir menjadi lahan basah bagi “Reformis Korup”, berniat mengubah tatanan menjadi bersih melalui semangat reformasi justru malah menambah daftar nama pelaku korup. Bukan khayalan semata, ini benar terjadi. Bahkan niat baik pemerintah tuk berantas korupsi tidak pernah berjalan lama dan pasti terhenti ditengah jalan disebabkan kehabisan nafas. Korupsi maupun pungli dari tingkat kecil hingga besar takkan pernah terelakkan dan akan tetap tumbuh subur. Jika masih ragu dengan hal ini, cobalah datang berkunjung ke kantor-kantor pelayanan publik pemerintah, atau semua yang bersinergi dengan permintaan jasa. Baik di pusat maupun daerah, terkesan seperti desentralisasi korupsi. Itulah sebabnya mengapa lembaga independen penilai rating korupsi internasional, tetap bersikukuh untuk menetapkan posisi Indonesia secara “terhormat” pada daftar paling atas negara terkorup didunia (Frans Winarta:2009).


Mission Impossible
“Tak ada yang mustahil di dunia ini”, kata bijak yang coba memberi secercah harapan dan asa. Meski kita tahu bahwa, langkah untuk mewujudkan hal yang impossible menjadi possible akan dengan sangat tertatih-tatih. Kita sudah sangat tahu dan tak bisa memungkiri bahwa korupsi biang keladi ambruknya perekonomian bangsa Indonesia. Korupsi dikatakan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime), hal ini menjadi sangat masuk akal sebab tindak korupsi mampu mengguncang stabilitas negara dan mempengaruhi citra sebuah negara. Berbagai elemen hukum ingin berkontribusi banyak dalam memerangi musuh bersama ini. Hukum sosial, hukum positif, bahkan hukum islam pun berperan.
Kondisi yang memperparah adalah Korupsi telah mengakar dan menjadi budaya Indonesia. Korupsi kemudian dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi, bahkan tidak sedikit yang berusaha menutup mata terhadap hal ini. Hal tersebut tidak boleh dibiarkan, masyarakat indonesia harus berani untuk memberantas korupsi hingga keakarnya. Kondisi Indonesia sudah semakin “parah”, betapa tidak ditiap harinya kita diperlihatkan akan bagaimana oleh sekelompok orang berupaya menelanjangi wajah hukum negeri ini. Praktek mafia peradilan (judicial corruption) pun tak terelakkan dan budaya korupsi yang semakin merajalela. Sekian banyak kasus yang belum jelas arahnya.
Meskipun demikian halnya, sebagai seorang muslim hendaknya kita mengembalikan pada diri kita pribadi. Upaya pengendalian diri tuk tidak melakukan tindak korupsi mestilah dimulai dari hati. Nilai-nilai keberislaman harus senantiasa di tancapkan sejak dini, sebab yakinlah bahwa Allah SWT dan malaikat-Nya senantiasa terus mengawasi setiap gerak-gerik kita.
Bukan hal yang mustahil membersihkan negeri ini dari para koruptor, dan bukan hal yang musthil pula, kelak tatkala negeri ini benar-benar terpuruk, akan muncul sosok-sosok pemimpin berkarakter.
Pada akhirnya, mari kita semua berpikir dengan jernih. Tidak sekedar ikut arus, saatnya untuk menentukan sikap. Apakah kita masuk dalam kelompok orang-orang yang tercerai berai dalam mozaik kebusukan hukum di Indonesia. Ataukah turut berkontribusi untuk perbaikan hukum dan turut serta dalam memerangi korupsi (to combating corruption).

Muhammad Iqbal.
Penulis adalah Koordinator. Div. Kaderisasi FLP Sulteng


Baca lagi aaah..

Mencari Kemuliaan Dibalik Menulis*
Muhammad Iqbal**

Menulis merupakan “ibadah” yang kan menghantar
 seorang penulis pada kemuliaan, sebab
menginspirasi banyak orang.


         
Jika membaca merupakan gerbang untuk memasuki luasnya ilmu pengetahuan, maka menuilis adalah salah satu cara tuk mentransfer kepada orang lain apa yang telah kita lihat disana.
Aktivitas menulis pada dasarnya tidak sekedar mengisi waktu kosong dalam kesendirian, tidak pula sekedar rutinitas tanpa makna. Sebab ternyata, dengan menulis banyak manfaat yang bisa diperoleh. Selain dapat mengasah alam bawah sadar yang kaitannya dengan refleksi ilmu pengetahuan yang telah didapat, juga untuk kesehatan menurut ilmu kedokteran, bahkan bisa memberikan ketenangan bathin dan jiwa menurut ilmu psikologi.
 Kebanyakan orang enggan untuk menulis. Ada kemungkinan, selama ini aktivitas menulis dianggap sebagai kegiatan yang melelahkan dan sangat berat. Pandangan ini ada benarnya, sebab semua orang tidak sama dan tidak pula langsung memiliki bakat – diperlukan latihan – secara praktis begitu saja. Yang menurut saya, memang pada prinsipnya ada beberapa bagian dari menulis yang sifatnya keterampilan dan sebagian lagi dari bakat. Nampaknya, aktrivitas menulis memang perlu melibatkan banyak aspek, baik itu proses berpikir, proses merasakan, dan juga bertindak.
Untuk menjadi penulis tentunya memerlukan modal utama yaitu memiliki dorongan yang kuat untuk menulis (the strong will to write) atau dalam jargon creative writing disebut ‘lapar menulis’ (tidak sekedar haus). Atau yang lebih mudahnya kita sebut dengan motivasi menulis.
Setiap orang yang ingin menuliskan suatu hal, atau dengan kata lain ingin mentransformasi suatu hal yang diketahuinya lewat tulisan pastilah tidak mudah bilamana tidak ada motivasi yang kuat dari dalam diri. Motivasi ibarat katrol pendorong bagi seorang penulis untuk terus berkreasi - dengan kreatifitas yang tinggi serta daya cipta yang tinggi pula- dengan tulisan-tulisannya. Dengan motivasi pula, seorang penulis bisa terus istiqomah dalam menyelami lautan tinta.
Untuk memulai menulis memang memerlukan proses kreatif yaitu dimulai dengan adanya ide (kekayaan batin/intelektual) sebagai bahan tulisan. Namun , perlu dipahami bahwa ide itu harus dibangun. Sudah barang tentu sumber utamanya adalah bacaan, pergaulan, perjalanan (traveling), konflik dengan diri sendiri (internal) maupun dengan di luar diri kita (external), pembrontakan (rasa tidak puas), dorongan mengabdi (berbagi ilmu), kegembiraan, mencapai prestasi, tuntutan profesi dan sebagainya. Semuanya itu bisa dijadikan gerbang untuk mendorong memasuki proses kreatif menulis. Kuncinya adalah “motivasi” yang sebelumnya telah saya sebut sebagai the strong will to write sebagai modal utama untuk mulai menulis.
Timbul pertanyaan menarik; benarkah dengan menulis dapat me-metamorfosis diri menjadi mulia? Benarkah dalam menulis ada kemuliaan?. 2 pertanyaan ini sepertinya ingin mencari makna terdalam dari aktivitas menulis itu sendiri.
Seorang motivator menulis, Aulia Andri menuliskan dalam blognya bahwa aktivitas menulis bukanlah aktivitas yang “egois”. Oleh karena menulis bukanlah pekerjaan yang “egois” (tulisan di tulis sendiri, dibaca sendiri, dikomentari sendiri, dan disimpan dilaci kamar sendiri), apalagi sekedar –seperti yang saya sebutkan sebelumnya- mengisi waktu kosong dan bukan pula untuk sekdedar mendapatkan honor dari karya tulisan kita, maka sejatinya bagian dari “kemuliaan menulis” yakni dimulai dari kesadaran sendiri bahwa menulis lebih dari itu semua.  Ada level yang lebih tinggi dari itu semua, sebab jika masih pada level demikian maka saya yakin tidak mungkin ada tulisan yang bisa memberikan manfaat bahkan menginspirasi banyak orang untuk berbuat lebih pada hal-hal yang positif.
Karya tulis yang kita hasilkan, bila kita yakini adalah bagian dari proses penghambaan diri atau dengan kata lain bagian dari “ibadah” kepada Tuhan, maka akan membawa seorang penulis pada muara yang jernih yakni kemuliaan. Hal ini bukan tidak mungkin, sebab aktivitas menulis yang dilandaskan pada motivasi terbesar berupa semata-mata untuk “ibadah” akan menginspirasi banyak orang. Sudah banyak contoh penulis-penulis ternama yang karya-karyanya menjadi fenomenal karena bisa memberikan inspirasi besar terhadap banyak orang, saya yakin mereka tidak mendasari diri untuk menulis pada level dangkal, tetapi pada level tertinggi yakni “menulis adalah untuk ibadah”.

 

*tulisan yang sengaja dibuat, sebagai tugas “kepenulisan” dengan
tema Motivasi Menulis dalam komunitas FLP Sul-Teng

**anak muda biasa yang ingin menjadi jenius seperti layaknya anak muda lainnya,
namun gelak tawa tanpa ampun datang menyelanya. Dilahirkan di kota kelor
(Palu sulteng) 18 januari 1989, dan sekarang aktif di FLP (forum lingkar pena) sulteng.
Baca lagi aaah..