Kamis, 18 Oktober 2012


Mencari Kemuliaan Dibalik Menulis*
Muhammad Iqbal**

Menulis merupakan “ibadah” yang kan menghantar
 seorang penulis pada kemuliaan, sebab
menginspirasi banyak orang.


         
Jika membaca merupakan gerbang untuk memasuki luasnya ilmu pengetahuan, maka menuilis adalah salah satu cara tuk mentransfer kepada orang lain apa yang telah kita lihat disana.
Aktivitas menulis pada dasarnya tidak sekedar mengisi waktu kosong dalam kesendirian, tidak pula sekedar rutinitas tanpa makna. Sebab ternyata, dengan menulis banyak manfaat yang bisa diperoleh. Selain dapat mengasah alam bawah sadar yang kaitannya dengan refleksi ilmu pengetahuan yang telah didapat, juga untuk kesehatan menurut ilmu kedokteran, bahkan bisa memberikan ketenangan bathin dan jiwa menurut ilmu psikologi.
 Kebanyakan orang enggan untuk menulis. Ada kemungkinan, selama ini aktivitas menulis dianggap sebagai kegiatan yang melelahkan dan sangat berat. Pandangan ini ada benarnya, sebab semua orang tidak sama dan tidak pula langsung memiliki bakat – diperlukan latihan – secara praktis begitu saja. Yang menurut saya, memang pada prinsipnya ada beberapa bagian dari menulis yang sifatnya keterampilan dan sebagian lagi dari bakat. Nampaknya, aktrivitas menulis memang perlu melibatkan banyak aspek, baik itu proses berpikir, proses merasakan, dan juga bertindak.
Untuk menjadi penulis tentunya memerlukan modal utama yaitu memiliki dorongan yang kuat untuk menulis (the strong will to write) atau dalam jargon creative writing disebut ‘lapar menulis’ (tidak sekedar haus). Atau yang lebih mudahnya kita sebut dengan motivasi menulis.
Setiap orang yang ingin menuliskan suatu hal, atau dengan kata lain ingin mentransformasi suatu hal yang diketahuinya lewat tulisan pastilah tidak mudah bilamana tidak ada motivasi yang kuat dari dalam diri. Motivasi ibarat katrol pendorong bagi seorang penulis untuk terus berkreasi - dengan kreatifitas yang tinggi serta daya cipta yang tinggi pula- dengan tulisan-tulisannya. Dengan motivasi pula, seorang penulis bisa terus istiqomah dalam menyelami lautan tinta.
Untuk memulai menulis memang memerlukan proses kreatif yaitu dimulai dengan adanya ide (kekayaan batin/intelektual) sebagai bahan tulisan. Namun , perlu dipahami bahwa ide itu harus dibangun. Sudah barang tentu sumber utamanya adalah bacaan, pergaulan, perjalanan (traveling), konflik dengan diri sendiri (internal) maupun dengan di luar diri kita (external), pembrontakan (rasa tidak puas), dorongan mengabdi (berbagi ilmu), kegembiraan, mencapai prestasi, tuntutan profesi dan sebagainya. Semuanya itu bisa dijadikan gerbang untuk mendorong memasuki proses kreatif menulis. Kuncinya adalah “motivasi” yang sebelumnya telah saya sebut sebagai the strong will to write sebagai modal utama untuk mulai menulis.
Timbul pertanyaan menarik; benarkah dengan menulis dapat me-metamorfosis diri menjadi mulia? Benarkah dalam menulis ada kemuliaan?. 2 pertanyaan ini sepertinya ingin mencari makna terdalam dari aktivitas menulis itu sendiri.
Seorang motivator menulis, Aulia Andri menuliskan dalam blognya bahwa aktivitas menulis bukanlah aktivitas yang “egois”. Oleh karena menulis bukanlah pekerjaan yang “egois” (tulisan di tulis sendiri, dibaca sendiri, dikomentari sendiri, dan disimpan dilaci kamar sendiri), apalagi sekedar –seperti yang saya sebutkan sebelumnya- mengisi waktu kosong dan bukan pula untuk sekdedar mendapatkan honor dari karya tulisan kita, maka sejatinya bagian dari “kemuliaan menulis” yakni dimulai dari kesadaran sendiri bahwa menulis lebih dari itu semua.  Ada level yang lebih tinggi dari itu semua, sebab jika masih pada level demikian maka saya yakin tidak mungkin ada tulisan yang bisa memberikan manfaat bahkan menginspirasi banyak orang untuk berbuat lebih pada hal-hal yang positif.
Karya tulis yang kita hasilkan, bila kita yakini adalah bagian dari proses penghambaan diri atau dengan kata lain bagian dari “ibadah” kepada Tuhan, maka akan membawa seorang penulis pada muara yang jernih yakni kemuliaan. Hal ini bukan tidak mungkin, sebab aktivitas menulis yang dilandaskan pada motivasi terbesar berupa semata-mata untuk “ibadah” akan menginspirasi banyak orang. Sudah banyak contoh penulis-penulis ternama yang karya-karyanya menjadi fenomenal karena bisa memberikan inspirasi besar terhadap banyak orang, saya yakin mereka tidak mendasari diri untuk menulis pada level dangkal, tetapi pada level tertinggi yakni “menulis adalah untuk ibadah”.

 

*tulisan yang sengaja dibuat, sebagai tugas “kepenulisan” dengan
tema Motivasi Menulis dalam komunitas FLP Sul-Teng

**anak muda biasa yang ingin menjadi jenius seperti layaknya anak muda lainnya,
namun gelak tawa tanpa ampun datang menyelanya. Dilahirkan di kota kelor
(Palu sulteng) 18 januari 1989, dan sekarang aktif di FLP (forum lingkar pena) sulteng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar