Mencari Kemuliaan Dibalik Menulis*
Muhammad Iqbal**
Menulis
merupakan “ibadah” yang kan menghantar
seorang penulis pada kemuliaan, sebab
menginspirasi
banyak orang.
Jika
membaca merupakan gerbang untuk memasuki luasnya ilmu pengetahuan, maka
menuilis adalah salah satu cara tuk mentransfer kepada orang lain apa yang
telah kita lihat disana.
Aktivitas
menulis pada dasarnya tidak sekedar mengisi waktu kosong dalam kesendirian,
tidak pula sekedar rutinitas tanpa makna. Sebab ternyata, dengan menulis banyak
manfaat yang bisa diperoleh. Selain dapat mengasah alam bawah sadar yang
kaitannya dengan refleksi ilmu pengetahuan yang telah didapat, juga untuk
kesehatan menurut ilmu kedokteran, bahkan bisa memberikan ketenangan bathin dan
jiwa menurut ilmu psikologi.
Kebanyakan orang enggan untuk menulis. Ada
kemungkinan, selama ini aktivitas menulis dianggap sebagai kegiatan yang
melelahkan dan sangat berat. Pandangan ini ada benarnya, sebab semua orang
tidak sama dan tidak pula langsung memiliki bakat – diperlukan latihan – secara
praktis begitu saja. Yang menurut saya, memang pada prinsipnya ada beberapa
bagian dari menulis yang sifatnya keterampilan dan sebagian lagi dari bakat.
Nampaknya, aktrivitas menulis memang perlu melibatkan banyak aspek, baik itu
proses berpikir, proses merasakan, dan juga bertindak.
Untuk
menjadi penulis tentunya memerlukan modal utama yaitu memiliki dorongan yang kuat untuk menulis (the strong will to write) atau dalam
jargon creative writing disebut ‘lapar menulis’ (tidak sekedar haus). Atau yang lebih
mudahnya kita sebut dengan motivasi menulis.
Setiap
orang yang ingin menuliskan suatu hal, atau dengan kata lain ingin
mentransformasi suatu hal yang diketahuinya lewat tulisan pastilah tidak mudah
bilamana tidak ada motivasi yang kuat dari dalam diri. Motivasi ibarat katrol
pendorong bagi seorang penulis untuk terus berkreasi - dengan kreatifitas yang tinggi
serta daya cipta yang tinggi pula- dengan tulisan-tulisannya. Dengan motivasi
pula, seorang penulis bisa terus istiqomah dalam menyelami lautan tinta.
Untuk memulai menulis memang memerlukan proses kreatif yaitu dimulai dengan
adanya ide (kekayaan batin/intelektual)
sebagai bahan tulisan. Namun ,
perlu dipahami bahwa ide itu harus dibangun. Sudah barang tentu sumber utamanya adalah bacaan,
pergaulan, perjalanan (traveling),
konflik dengan diri sendiri (internal) maupun dengan di luar diri kita
(external), pembrontakan (rasa tidak puas), dorongan mengabdi (berbagi ilmu),
kegembiraan, mencapai prestasi, tuntutan profesi dan sebagainya. Semuanya itu
bisa dijadikan gerbang untuk mendorong memasuki proses kreatif menulis.
Kuncinya adalah “motivasi” yang sebelumnya telah saya sebut
sebagai the strong will to write sebagai modal utama untuk mulai menulis.
Timbul
pertanyaan menarik; benarkah dengan menulis dapat me-metamorfosis diri menjadi
mulia? Benarkah dalam menulis ada kemuliaan?. 2 pertanyaan ini sepertinya ingin
mencari makna terdalam dari aktivitas menulis itu sendiri.
Seorang
motivator menulis, Aulia Andri menuliskan dalam blognya bahwa aktivitas menulis
bukanlah aktivitas yang “egois”. Oleh karena menulis bukanlah pekerjaan yang
“egois” (tulisan di tulis sendiri, dibaca sendiri, dikomentari sendiri, dan
disimpan dilaci kamar sendiri), apalagi sekedar –seperti yang saya sebutkan
sebelumnya- mengisi waktu kosong dan bukan pula untuk sekdedar mendapatkan
honor dari karya tulisan kita, maka sejatinya bagian dari “kemuliaan menulis” yakni
dimulai dari kesadaran sendiri bahwa menulis lebih dari itu semua. Ada level yang lebih tinggi dari itu semua,
sebab jika masih pada level demikian maka saya yakin tidak mungkin ada tulisan
yang bisa memberikan manfaat bahkan menginspirasi banyak orang untuk berbuat lebih
pada hal-hal yang positif.
Karya
tulis yang kita hasilkan, bila kita yakini adalah bagian dari proses
penghambaan diri atau dengan kata lain bagian dari “ibadah” kepada Tuhan, maka
akan membawa seorang penulis pada muara yang jernih yakni kemuliaan. Hal ini
bukan tidak mungkin, sebab aktivitas menulis yang dilandaskan pada motivasi
terbesar berupa semata-mata untuk “ibadah” akan menginspirasi banyak orang.
Sudah banyak contoh penulis-penulis ternama yang karya-karyanya menjadi
fenomenal karena bisa memberikan inspirasi besar terhadap banyak orang, saya
yakin mereka tidak mendasari diri untuk menulis pada level dangkal, tetapi pada
level tertinggi yakni “menulis adalah untuk ibadah”.
*tulisan yang sengaja dibuat, sebagai
tugas “kepenulisan” dengan
tema Motivasi Menulis dalam komunitas FLP Sul-Teng
**anak muda biasa yang ingin menjadi
jenius seperti layaknya anak muda lainnya,
namun gelak tawa tanpa ampun datang
menyelanya. Dilahirkan di kota kelor
(Palu sulteng) 18 januari 1989, dan
sekarang aktif di FLP (forum lingkar pena) sulteng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar